-->

Apa yang anda cari ?

konten dari Hukum, Kuliah, Berita, Tips, Blogger, Musik, 48 Family dan lainnya
Ternyata, Sukses diawali dengan Huruf "S"

Analisis Kasus Attorney-General of the Government of Israel v. Eichmann



1.      Pada pasal 6 Konvensi Genosida Tahun 1948, yang mana Israel adalah Negara anggota yang telah meratifikasi Konvensi tersebut pada tahun 1950, telah mengatur bahwa “tersangka kejahatan harus diadili di wilayah dimana kejahatan tersebut dilakukan” atau  dari “pengadilan internasional yang mempunyai yurisdiksi dengan menghormati negara-negara yang akan menerima yurisdiksi”. Dewan Keamanan juga menyetujui sebuah resolusi,[1] berisi tuntutan bahwa pelaku kejahatan diadili di pangadilan yang sesuai. Maka untuk mengadili suatu kejahatan kemanusiaan, bukan berarti Pengadilan Israel adalah pengadilan yang sesuai, karena kejahatan yang dilakukan Eichmann bukan berada di wilayah Israel, terlebih lagi tersangka pelaku kejahatan diculik kemudian diadili oleh hukum nasionalnya sendiri.
2.      Maka sesuai maklumat pasal 6 Konvensi Genosida Tahun 1948, Pengadilan yang sesuai untuk mengadili kejahatan kemanusiaan seperti yang dilakukan Eichmann adalah Nuremberg Tribunal.
3.      Nuremberg Tribunal memiliki kompetensi untuk mengadili individual yang bertanggungjawab atas pelanggaran individu terhadap crimes against peace, war crimes, dan crimes against humanity.[2] Maka Nuremberg Tribunal sesuai seperti yang dimaktubkan pasal 6 Konvensi Genosida Tahun 1948 mengenai “international penal tribunal with respect to those Contracting Parties which shall have accepted its jurisdiction”.
Penangkapan Seseorang Melewati Batas Wilayah Negara
4.      Argentina mengadukan tentang penangkapan Eichmann kepada Dewan Keamanan bahwa penangkapan tersebut telah melanggar kedaulatan Argentina dan meminta ganti rugi kepada Israel. Di dalam putusannya, Mahkamah Agung kemudian menilai dikarenakan Joint Decision antara Argentina dan Israel pada 3 Agustus 1960, Argentina telah melepaskan pengaduannya. Mahkamah Agung juga menggunakan doktrin  male captus bene detentus (“wrongly captured, properly detained”) sebagai justifikasi atas penangkapan Eichmann.
5.      Namun, Pasal 9 dalam Universal Declaration on Human Rights dengan tegas telah mengatur bahwa tak seorangpun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang sewenang-wenang. Amnesty International dalam laporannya[3] mencatat bahwa doktrin male captus bene detentus pun hanya diterima di Amerika Serikat saja. Beberapa kasus terkait penangkapan di luar batas wilayah nasional, seperti di United Kingdom,[4] New Zealand[5] dan Afrika Selatan[6] telah menolak penangkapan tersangka yang illegal ini. Setelah 1962, banyak organisasi pemerintahan telah menolak penangkapan illegal semacam ini, contohnya Human Rights Committee,[7] the Working Group on Arbitrary Detention,[8] UN Special Procedures,[9] the Human Rights Council,[10] dan the European Commission on Human Rights[11].


[1]
[2] Art. 6, Charter of The International Military Tribunal,
[3]Amnesty International Publication, “Eichmann Supreme Court Judgment 50 Years on, It’s Significance Today”, 2012.
[4] R v. Horseferry Road Magistrates’ Court.ex parte Bennett (England, House of Lords) [1994]
[5] R v. Hartley (New Zealand, Court of Appeal) [1978]
[6] State v. Ebrahim (South Africa, Supreme Court (Appellate Division)) 1991
[7] Sergio Euben Lopez Burgos v. Uruguay, Communication No. R.12/52, U.N. Doc. Supp. No. 40
(A/36/40) at 176 (1981) (finding a violation "of article 9 (1) because the act of abduction into Uruguayan territory constituted an arbitrary arrest and detention")(http://www1.umn.edu/humanrts/undocs/session36/12-52.htm); García v. Ecuador (Human Rights Committee), Comm. No. 319/1988, UN Doc. A/47/40 (1994), pp. 287–90; Celiberti de Casariego v. Uruguay (Human Rights Committee), Comm. No. 56/1979, Doc. CCPR/C/OP/1, pp. 92–94.
[8] Working Group on Arbitrary Detention, Report, U.N. Doc. E/CN.4/1994/27 (1993), pp. 139-140.
[9] Special Rapporteur on Counter-Terrorism and Human Rights, Report on mission to the United States
of America, U.N. Doc. A/HRC/6/17/Add.3, 22 November 2007, para. 36 (stating, in the context of the
transfer of a person from one jurisdiction to another, that “the removal of a person outside legally prescribed procedures amounts to an unlawful detention in violation of article 9 (1) of the ICCPR, andraises other human rights concerns if a detainee is not given a chance to challenge the transfer."); Joint Study on Global Practices in Relation to Secret Detention in the Context of Countering Terrorism of the Special Rapporteur on the Promotion and Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms while Countering Terrorism, Martin Scheinin; the Special Rapporteur on Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment Or Punishment, Manfred Nowak; the Working Group on Arbitrary Detention Represented by Its Vice-Chair, Shaheen Sardar Ali; and the Working Group on Enforced or Involuntary Disappearances represented by its Chair, Jeremy Sarkin, U.N. Doc. A/HRC/13/42, 19 February 2010, para 292 (g) ("Transfers or the facilitation of transfers from one State to the custody of authorities of another State must be carried out under judicial supervision and in line with international standards.").
[10] 4 Human Rights Council, Res. 19/19, 23 March 2012, para. 12 (noting with concern “measures that can undermine human rights and the rule of law, such as the illegal deprivation of liberty and transfer of individuals suspected of terrorist activities, and the return of suspects to countries without individual assessment of the risk of there being substantial grounds for believing that they would be in danger of subjection to torture, and limitations to effective scrutiny of counter-terrorism measures[.]").

7 Artikel Untuk Anda

, Edit Post

Powered by Blogger - Template CaraSehat.Me