-->

Apa yang anda cari ?

konten dari Hukum, Kuliah, Berita, Tips, Blogger, Musik, 48 Family dan lainnya
Ternyata, Sukses diawali dengan Huruf "S"

Pengertian Konvensi Ketatanegaraan


Pengertian Konvensi Ketatangeraan

Istilah konvensi berasal dari bahasa Inggris convention. Secara akademis seringkali istilah convention digabungkan dengan perkataan constitution atau contitusional seperti convention of the constitution. Dicey seorang sarjana Inggris yang mula-mula mempergunakan istilah konvensi sebagai ketentuan ketatanegaraan, menyatakan bahwa Hukum Tata Negara (Constitutional Law) terdiri atas dua bagian, yaitu [1]1:
  1. Hukum Konstitusi (The Law of The Constitution) yang terdiri dari :
  • Undang-undang tentang Hukum Tata Negara (Statuta Law)
  • Common Law, yang berasal dari keputusan-keputusan Hakim (judge-made maxims) dan ketentuan-ketentuan dari kebiasaan serta adat temurun (tradisional)
2.      Konvensi-konvensi ketatanegaraan (Conventions of the Constitution) yang berlaku dan dihormati dalam kehidupan ketatanegaraan, walaupun tak dapat dipaksakan oleh pengadilan apabila terjadi pelanggaran terhadapnya.[2]
Dari apa yang dikemukakan oleh AV Dicey tersebut jelaslah bahwa konvensi ketatanegaraan harus memenuhi cirri-ciri sebagai berikut :
  1. Konvensi itu berkenaan dengan hal-hal dalam bidang ketatanegaraan
  2. Konvensi tumbuh, berlaku, diikuti dan dihormati dalam praktik penyelenggaraan Negara
  3. Konvensi sebagai bagian dari konstitusi, apabila ada pelanggaran terhadapnya tak dapat diadili oleh badan pengadilan
Adapun contoh konvensi ketatanegaraan secara umum (convention of the constitution) adalah:
  1. Raja harus mensahkan setiap rencana undang-undang yang telah disetujui oleh kedua majelis dalam parlemen
  2. Majelis tinggi tidak akan mengajukan sesuatu rencana undang-undang keuangan (money bill)
  3. Menteri-menteri meletakkan jabatan apabila mereka tidak mendapat kepercayaan dari majelis rendah[3]
semua contoh diatas dalam kehidupan ketatanegaraan diterima dan ditaati, walaupun bukan hukum dalam arti sebenarnya.
            Dari ketentuan tersebut di atas dapat diketahui bahwa konvensi itu berkembang karena kebutuhan dalam praktek penyelenggaraan Negara. Penyelenggara Negara itu adalah alat-alat perlengkapan Negara atau lembaga-lembaga Negara. Dalam UUD 1945 sudah cukup jelas ketentuan-ketentuan yang mengatur lembaga-lembaga Negara. Berikut ini akan dibahas tentang konvensi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
            Konvensi tidak identik dengan kebiasaan. Dengan demikian, Konvensi juga tidak identik dengan kebiasaan ketatanegaraan. kebiasaan menuntut adanya perulangan yang teratur, sedangkan konvensi tidak harus didasarkan atas perulangan.  Konvensi ketatanegaraan (the convention of constitution) dapat berbentuk kebiasaan, dapat pula berbentuk praktik praktik ataupun constitutional usages. Terhadap hal ini, yang penting  adalah bahwa kebiasaan, kelaziman dan praktik yang harus dilakukan dalam proses penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis, dianggap baik dan berguna dalam penyelenggaraan Negara menurut  undang-undang dasar. Oleh karena itu, meskipun tidak didasarkan atas ketentuan konstitusi tertulis, hal ini tetap dinilai penting secara konstitusional.[4]
            Konvensi adalah hukum yang tumbuh dalam praktik penyelenggaraan Negara untuk melengkapi, menyempurnakan, dan menghidupkan (mendinamisasi) kaidah- kaidah hukum perundang-undangan atau hukum adat ketatanegaraan[5]
            Konvensi ketatangeraan mempunyai kekuatan yang sama dengan Undang – undang karena diterima dan dijalankan, meskipun hakim di pengadilan tidak terikat olehnya[6], Maka Konvensi Ketatanegaraan harus ditaati sebagai konstitusi juga, yaitu sebagai konstitusi tidak tertulis. Ketentuan Konvensi ketatanegaraan itu sendiri dapat diubah yaitu dengan cara melakukan penyimpangan yang dianggap perlu sebagai konvensi ketatanegaraan baru, yang untuk selanjutnya setelah dilakukan berulang-ulang menjadi kebiasaan baru pula.
            Konvensi  tidak selalu merupakan ketentuan yang tidak tertulis, yang timbul dari persetujuan, tapi bisa saja berbentuk tertulis. Konvensi mungkin saja merupakan persetujuan yang di tanda tangani pemimpin-pemimpin negara[7]  seperti antara Wakil Presiden Republik Indonesia dengan dan Badan Pekerja pada tanggal 16 Oktober 1945 atau suatu memorandum yang dikeluarkan setelah pembicaraan antara Menteri-menteri seperti Maklumat Pemerintah pada tanggal 14 November 1945. Contoh lainnya adalah dalam konstitusi Inggris adalah persetujuan yang dinyatakan bahwa suatu perubahan dalam hukum yang mengenai penggantian Raja atau gelar Raja memerlukan pengesahan Parlemen dari semua Dominion, begitu pula dari parlemen Kerajaan Inggris sendiri. Bahkan Konvensi –Konvensi ini telah mencapai bentuk yang lebih Formil dalam ungkapan otoriter, karena Konvensi tercantum dalam bagian kedua dari pendahuluan statue of Westminster. Oleh karena preamble menurut hukum tata Negara Inggris, tidak mempunyai akibat hukum, maka keadaan itu hanyalah memperkuat konvensi.     Konvensi tidak hanya terdapat dalam Negara yang mempunyai konstitusi tidak tertulis, tetapi sebenarnya di Negara-negara yang mempunyai konstitusi tertulis pun terdapat konvensi, bahakan mungkin memegang peranan yang lebih penting.[8] Bernard berpendapat, bahwa Konvensi ketatanegaraan telah berkembang dalam Hukum Tata Negara Amerika Serikat yang sering kali sama artinya dengan pasal-pasal resmi dari Konstitusi. Contohnya Bila seorang Presiden Amerika Serikat menunjuk anggota-anggota kabinetnya, menurut hukum ia praktis mempunyai kekuasaan untuk menetapkan siapa saja yang disukainya. Tetapi oleh Konvensi ketatanegaraan, ia berusaha menjamin bahwa semua  penunjukannya tidak akan terdiri dari orang-orang dari Negara bagian Timur saja atau sebelah barat saja. Ia akan berusaha membicarakan penunjukannya sedemikian rupa, sehingga daerah-daerah yang terutama dari Amerika Serikat, yang dianggapnya mempunyai arti politis yang penting  akan memperoleh perwakilan. Sukar untuk menyatakan ini dengan istilah suatu ketentuan (rule), namun mungkin tepat untuk menyebut bahwa dengan konvensi ketatanegaraan ia berusaha untuk mengintrudusir beberapa unsur federasi dalam kabinetnya Suatu Konvensi mungkin saja akan menyebabkan salah satu pasal dari UUD menjadi tidak berlaku. Dalam hal ini sesungguhnya konvensi tidak merubah UUD tersebut, hanya saja menyebabkan pasal tertentu tidak terpakai dalam praktek ketatanegaraan.[9]                                                                                  Sebagai contoh dapat dilihat apa yang terjadi di Amerika Serikat. Menurut ketentuan pasal 2 konstitusi Amerika Serikat, Presiden dipilih oleh pemilih-pemilih Negara bagian, yang kemudian seluruh suara pemilih ini dihitung oleh Presiden Senat, dan calon yang memperoleh suara terbanyak terpilih sebagai Presiden. Jadi pemilihan Presiden itu diadakan secara tidak langsung yang berlaku adalah seperti dikemukakan diatas, bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat dari calon yang dipilih oleh partai politik yang bersangkutan dalam konvensi partai.


[1] situs http://arfanhy.blogspot.com/2008/06/konvensi-dan-konstitusi-dalam-praktik_30.html KONVENSI DAN KONSTITUSI DALAM PRAKTIK KETATANEGARAAN DI INDONESIA Oleh : Prof.Dr.H.Dahlan   Thaib, SH. M.Si, dkk
[2] dikemukakan A.V. Dicey  dalam An Introduction to the Study of the Constitution (1967) dengan istilah the Convention of the Constitution dan kadang kala menggunakan istilah understandings of the constitution, constitutional ethics, constitutional morality
[3] dikemukakan A.V. Dicey  dalam An Introduction to the Study of the Constitution (1967) dengan istilah the Convention of the Constitution dan kadang kala menggunakan istilah understandings of the constitution, constitutional ethics, constitutional morality
[4] lihat buku Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, hlm. 143
[5] lihat buku Ni’matul Huda S.H., M.Hum, Hukum Tata Negara Indonesia hlm. 34
[6] lihat buku Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, hlm. 184
[7] lihat buku Moh kusnardi S.H, Harmaily Ibrahim S.H, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. hlm, 54
[8] lihat buku Moh kusnardi S.H, Harmaily Ibrahim S.H, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. hlm, 55

7 Artikel Untuk Anda

Edit Post

Powered by Blogger - Template CaraSehat.Me