-->

Apa yang anda cari ?

konten dari Hukum, Kuliah, Berita, Tips, Blogger, Musik, 48 Family dan lainnya
Ternyata, Sukses diawali dengan Huruf "S"

Penyelesaian Sengketa Internasional dengan Cara Damai


Penyelesaian Sengketa Internasional

A.                Penyelesaian Sengketa Internasional dengan Cara Damai

Sesuai dengan Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB yang menyatakan bahwa :
All Members shall settle their international disputes by peaceful means in such a manner that international peace and security, and justice, are not endangered[1]
Maka setiap Negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa wajib menyelesaikan sengketa Internasional dengan Jalan damai. Cara-cara yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa Internasional dengan cara damai terdiri dari beberapa cara yaitu  dengan ; Negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrase, pengadilan, dan menyerahkannya kepada organisasi internasional, hal tersebut sesuai dengan Pasal 33 ayat 1 Piagam PBB yang menyatakan bahwa :
“The parties to any dispute, the continuance of which is likely to endanger the maintenance of international peace and security, shall, first of all, seek a solution by negotiation, enquiry, mediation, conciliation, arbitration, judicial settlement, resort to regional agencies or arrangements, or other peaceful means of their own choice”[2]

B.                 Pengadilan Internasional
Penyelesaian sengketa internasional secara hukum melalui Pengadilan dapat ditempuh melalui berbagai lembaga internasional yaitu ICJ (International Court of Justice), International Tribunal for The Law of The Sea, atau International Criminal Court.

C.        Mahkamah Internasional (International Court of Justice)
Sebagai lembaga yang menjadi bagian dari Perserikatan Bangsa- bangsa maka ICJ/Mahkamah Internasional merupakan salah satu lembaga pengadilan internasional yang paling sering digunakan oleh para pihak untuk menyelesaikan sengketa Internasional. Selain itu ICJ juga tidak terbatas pada masalah hukum internasional tertentu saja, ICJ bisa menangani hampir semua masalah hukum internasional.

1.                  Yurisdiksi Mahkamah Internasional (ICJ)
Jurisdiksi Mahkamah Internasional mencakup dua hal:
1.    Jurisdiksi atas pokok sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction); dan
2.    Non – contentious jurisdiction atau jurisdiksi untuk memberikan nasihat hukum (advisory jurisdiction)

a)      Contentious Jurisdiction
            Yurisdiksi Mahkamah ini merupakan kewenangan untuk mengadili suatu sengketa antara dua Negara atau lebih.  Sengketa Hukum adalah sengketa yang memungkinkan diterapkannya aturan-aturan atau prinsip-prinsip hukum internasional terhadapnya.[3] Pasal 34 Statuta ICJ menyatakan bahwa Negara sajalah yang bisa menyerahkan sengketanya ke Mahkamah. Dengan kata lain Subjek Hukum Internasional lainnya tidak bisa meminta mahkamah untuk menyelesaikan sengketanya.

1. Berdasarkan pasal 36 ayat (1) Statuta
Berdasarkan pasal 36 ayat Statuta, Jurisdiksi pengadilan mencakup semua sengketa yang diserahkan oleh para pihak dan semua persoalan yang ditetapkan dalam Piagam PBB yang dituangkan dalam perjanjian – perjanjian atau konvensi – konvensi internasional yang berlaku. Di samping perjanjian atau konvensi internasional, para pihak dapat pula sepakat untuk menyerahkan sengketanya kepada Mahkamah, kesepakatan tersebut harus tertuang dalam suatu akta atau perjanjian (acta compromis). Perjanjian tersebut harus menyatakan dengan tegas kesepakatan kedua belah pihak dan harus menyatakan penyerahan sengketa kepada Mahkamah Internasional[4].

2. Doktrin Forum Prorogatum
Menurut Doktrin ini Yurisdiksi ini timbul manakala hanya ada satu Negara yang menyatakan dengan tegas persetujuannya atas yurisdiksi Mahkamah Internasional. Kesepakatan pihak lainnya diberikan secara diam-diam, tidak tegas ataru tersirat saja[5]

3. Optional Clause Pasal 36 ayat (2) Statuta
Ketiga, berdasarkan pasal 36 ayat (2), yaitu klausul pilihan (the optional clause). Ketentuan pasal 36 ayat (2) ini menyatakan bahwa negara – negara peserta pada Statuta dapat setiap waktu menyatakan penerimaan wajib ipso facto jurisdiksi Mahkamah dan tanpa adanya perjanjian khusus terhadap negara yang menerima kewajiban serupa atas semua sengketa hukum mengenai:
a)    penafsiran suatu perjanjian;
b)    setiap masalah hukum internasional;
c)    eksistensi suatu fakta yang mana, jika terjadi, akan merupakan suatu pelanggaran kewajiban internasional;
d)    sifat dan ruang lingkup ganti rugi yang dibuat atas pelanggaran suatu kewajiban internasional[6]

b)      Noncontentious Jurisdiction
Noncontentious Jurisdiction adalah yurisdiksi dari Mahkamah Internasional untuk memberikan pendapat-pendapat yang tidak mengikat atau advisory opinion kepada organ utama atau organ PBB lainnya. Sesuai dengan Pasal 96 Piagam PBB yang menyatakan :
1.      The General Assembly or the Security Council may request the International Court of Justice to give an advisory opinion on any legal question.
2.      Other organs of the United Nations and specialized agencies, which may at any time be so authorized by the General Assembly, may also request advisory opinions of the Court on legal questions arising within the scope of their activities.
Dasar Hukum lainnya yang juga member wewenang yang lebih luas kepada Mahkamah untuk memberikan nasihatnya selain kepada organ-organ utama atau khusus PBB, terdapat pula dalam pasal 65 piagam PBB, pasal ini menyatakan bahwa mahkamah dapat memberikan pendapata atau nasihatnya mengenai masalah setiap masalah yang diserahkan kepadanya atas permohonan badan-badan mana pun yang diberi wewenang sesuai dengan piagam PBB untuk membuat permohonan demikian.


[1] Pasal 2 ayat 3 Piagam PBB
[2] Pasal 33 ayat 1 Piagam PBB
[3]  Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, hal 69
[4] Idem, hal 71
[5] Idem, hal 73

7 Artikel Untuk Anda

, Edit Post

Powered by Blogger - Template CaraSehat.Me