Setelah
perubahan UUD 1945, Indonesia memliki lembaga tinggi baru yaitu DPD yang
berperan sebagai perwakilan daerah. DPD sendiri dibentuk dengan tujuan untuk
menyuarakan aspirasi rakyat daerah dan diharapkan dengan dibentuknya sistem
ini, kepentingan rakyat daerah dapat terakomodasikan sehingga diharapkan dapat
menghindari kesenjangan dan ketidakadilan antara pusat dan daerah dan
diharapkan pula dengan sistem ini dapat mencegah disintegrasi bangsa. Apabila dilihat secara kasat mata maka dengan
adanya DPD, Indonesia telah merubah sistem perwakilan dari unikameral menjadi
bicameral, namun apabila di analisis lebih lanjut maka kedudukan DPD menganai
fungsi dan wewenang nya masih memiliki kedudukan yang lemah.
Dalam
hal wewenang maka mengalami banyak pengucilan dalam Perubahan Ketiga UUD 1945.
Pada pasal 7A dan 7B ayat (1) sampai dengan ayat (6) mengenai usulan
pemberhentian Presiden hanya bisa dilakukan berdasarkan usul DPR tanpa
melibatkan DPD sebagai elemen penting dari lembaga legislatif. Pasal 7C hanya
disebutkan Presiden tidak dapat membubarkan DPR, tetapi tidak disebutkan
Presiden tidak dapat membubarkan DPD.
Selain
itu, di dalam pernyataan perang, damai, dan perjanjian internasional tidak disebutkan
adanya pelibatan DPD. Dalam hal ini hanya Presiden dan DPR lah yang dilibatkan.
Seharusnya, DPD yang juga memiliki tingkat legitimasi yang sama dengan DPR, Karena,
ketika perang dinyatakan oleh seseorang presiden, masyarakat sipil di tingkat
lokal pasti akan mendapat akibatnya.
Pasal 22 D ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa DPD memberikan pertimbangan
kepada DPR atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara.
Hal ini memperlihatkan bahwa dalam fungsi anggaran DPD juga mempunyai fungsi
yang sangat terbatas, yaitu terbatas pada memberikan pertimbangan kepada DPR
dalam proses pembahasan rancangan undang-undang APBN.
Dari
penjelasan di atas maka dapat dilihat bahwa kewenangan DPD masih amat terbatas
dibandingkan dengan DPR. Di sisi institusional DPR adalah pemegang mandat
legislasi bersama-sama dengan Presiden; mempunyai fungsi pengawasan; dan
mempunyai fungsi budgenting, sedangkan DPD disini hanya dilihat sebagai “lembaga
pemberi pertimbangan agung” kepada DPR.
Kesimpulan
Berdasarkan
Uraian yang telah saya jelaskan, Secara kasat mata Indonesia memang telah
menerapkan sistem perwakilan tiga kamar, namun dengan amat terbatasnya
wewenang, fungsi, dan kedudukan lembaga Tinggi Negara baru DPD serta hanya
difungsikan seolah – olah hanya sebagai dewan pertimbangan DPR, maka apabila
dibandingkan dengan system tiga kamar murni yang seharusnya lembaga sekelas DPD
memiliki kesetaraan kedudukan dengan DPR. maka menurut saya Indonesia masih
menganut sistem perwakilan tiga kamar lunak (Soft Bicameral)