Pengungsi yang berasal dari timur tengah saat ini semakin banyak berdatangan ke wilayah Australia, mereka menggunakan Indonesia sebagai tempat transit. Pengungsi-pengungsi tersebut kebanyakan berasal dari Negara yang sedang mengalami konflik sehingga memaksa mereka untuk mencari tempat hidup yang aman dengan cara keluar dari negaranya. Australia yang dipandang sebagai Negara maju, aman, dan memiliki tingkat kesejahteraan rakyatnya cukup tinggi menjadi tujuan bagi para pengungsi asal timur tengah tersebut. Australia sendiri saat ini menerapkan kebijakan untuk menerima pengungsi-pengungsi dari timur tengah tersebut asalkan mereka dilengkapi surat-surat atau dokumen ke imigrasian yang lengkap. Dengan lengkapnya dokumen keimigrasian yang lengkap maka Imigran yang datang ke Australia dapat tinggal dan menjalani hidup di Australia, namun apabila pengungsi-pengungsi tersebut tidak memiliki dokumen keimigrasian yang lengkap maka Australia menerapkan kebijakan untuk mengeluarkan mereka dari Australia, baik dengan cara deportasi ke negara asal mereka maupun dengan cara mencegah mereka masuk ke wilayah Australia melalui mendorong kapal-kapal yang mereka tumpangi ke wilayah laut Indonesia.
Kebijakan deportasi yang diterapkan oleh Australia merupakan kebijakan standar yang diterapkan negara-negara di Dunia untuk menanggulangi imigran yang tidak memiliki dokumen Imigrasi yang lengkap, sehingga tidak ada yang salah dengan kebijakan tersebut namun apabila imigran tersebut berasal dari negara konflik Australia seharusnya tidak harus mendeportasi para imigran tersebut karena akan membahayakan nyawa mereka. Selain dengan kebijakan Deportasi, Australia juga baru-baru ini menerapkan kebijakan baru untuk menanggulangi Imigran yang tidak memiliki Dokumen lengkap yaitu dengan cara menjaga perbatasan laut Australia yang apabila datang imigran melalui jalur laut, dan mereka tidak memiliki dokumen imigrasi yang lengkap maka Australia akan mendorong kembali kapal-kapal imigran tersebut untuk masuk kembali ke wilayah Indonesia.
Pengungsi-pengungsi yang berdatangan ke wilayah Australia saat ini kebanyakan merupakan Pengunsi-pengungsi Ilegal yang tidak dilengkapi dengan surat-surat dokumen keimigrasian yang lengkap, mereka datang ke Australia melalui jalur laut menggunakan Negara Indonesia sebagai tempat transit yang kemudian akan menyewa kapal-kapal nelayan lokal Indonesia untuk menyebrang ke Wilayah Australia. Untuk dapat mencapai Australia, pengungsi-pengungsi tersebut membayar biaya yang cukup mahal kepada agen gelap biro perjalanan, agen gelap tersebut akan menyediakan transportasi, dan kebutuhan akomodasi lainnya selama perjalanan menuju Australia. Transportasi, dan Akomodasi yang disediakan oleh agen gelap tersebut sangat jauh dari standar minimal yang ditetapkan untuk perjalanan. Transportasi yang disediakan adalah melalui transportasi laut menggunakan kapal-kapal milik nelayan lokal Indonesia, Kapal-kapal kecil yang tidak layak untuk perjalanan jauh tersebut kemudian akan mengantarkan mereka untuk sampai ke wilayah Australia. Seringkali kapal-kapal tersebut menampung penumpang yang melebihi kapasitasnya sehingga banyak kapal yang tenggelam dihantam ganasnya ombak sebelum sampai ke wilayah Australia.
Kapal-kapal yang berhasil selamat dan sampai ke wilayah Australia bukan sudah bebas dari ancaman, Penjagaan ketat yang dilakukan oleh Polisi laut Australia dapat menyebabkan Pengungsi-pengunsi yang sampai ke Australia tersebut ditangkap untuk kemudian akan ditahan di kamp pengungsian, dideportasi, atau yang paling buruk adalah didorong kembali ke wilayah laut Indonesia.
Pendorongan kapal yang dilakukan Australia ke wilayah laut Indonesia dilakukan tidak dengan cara memakai kapal yang sama saat mereka datang, tetapi dengan cara memindahkan para pengungsi dari kapal milik nelayan ke kapal (sekoci) milik pemerintah Australia yang kemudian akan didorong masuk ke wilayah Indonesia kembali, sedangkan kapal milik nelayan yang dipakai untuk menumpang kemudian akan dihancurkan. Sekoci-sekoci yang dipakai oleh Australia untuk pengungsi tersebut tidak dilengkapi dengan bendedra, dan dokumen pelayaran resmi, sehingga sekoci tersebut tidak memenuhi syarat menurut hukum laut Internasional untuk melakukan pelayaran.
Penghancuran kapal yang dilakukan oleh Australia tersebut jelas merupakan suatu pelanggaran terhadap Hukum Internasional, karena berdasarkan Hukum Laut Internasional, maka suatu kapal asing yang masuk ke wilayah suatu Negara hanya diperkankan untuk ditahan saja bukan untuk dihancurkan. Suatu kapal asing yang ditahan kemudian dapat dibebaskan apabila pemilik kapal telah membayar sejumlah uang denda kepada Pemerintah yang wilayah lautnya telah dilanggar.
Pengungsi-pengungsi yang berdatangan ke Australia merupakan Pengungsi yang berasal dari Negara timur tengah yang saat ini sedang mengalami Konflik berkepanjangan, mereka mengungsi keluar dari negaranya bukanlah tanpa alasan, tetapi karena adanya ancaman keselamatan jiwa di Negaranya, sehingga dengan mengungsi diharapkan dapat memberikan keamanan, keselamatan, dan penjaminan untuk dapat melanjutkan hidup sebagaimana manusia pada umumnya. Pengungsi yang berasal dari Negara konflik mendapatkan perlindungan dari Hukum Internasional, yaitu Konvensi PBB tentang Pengungsi, mereka tidak dapat diperlakukan sewenang-wenang oleh negara-negara yang dijadikan negara tujuan, sekalipun hal tersebut dilakukan dengan cara yang tidak resmi, dan tidak dilengkapi dengan surat-surat atau dokumen keimigrasian yang lengkap, mereka tetap harus mendapatkan hak-hak pengungsi sebagaimana diatur dalam Konvensi PBB tentan Pengunsi.
Perlakuan Australia terhadap Pengungsi dari Negara Konflik yang dalam bentuk mengusir mereka dengan cara mendorong mereka menggunakan sekoci yang tidak layak berlayar untuk kembali ke wilayah laut Indonesia, merupakan suatu pelanggaran hukum Internasional karena Australia telah melakukan tindakan sewenang-wenang, dan membahayakan keselamatan jiwa dari Pengungsi tersebut.
Atas dilakukannya tindakan pendorongan kapal Pengungsi ke wilayah Indonesia, Pemerintah Indoensaia melalui Menlu, Marty Natalegawa telah menyampaikan protes resmi kepada ke Pemerintah Australia, namun saat ini Australia masih belum mengakui bahwa sekoci-sekoci pengungsi yang terdampar tersebut merupakan miliknya.
Tidak diakuinya kapal (sekoci) pengungsi yang terdampar di Indonesia sebagai milik Australia sangat bertolak belakang dengan pengakuan pengungsi yang menjadi penumpang sekoci tersebut. Berdasarkan pengakuan dari pengungsi, mereka awalnya menumpang kapal milik nelayan lokal Indonesia untuk memasuki wilayah Australia, dan setelah mereka sampai di wilayah Australia (Pulau Christmas), mereka dicegat oleh Polisi laut Australia yang kemudian memerintahkan pengungsi untuk masuk ke sekoci yang telah disediakan oleh Polisi Laut Australia tersebut, kapal milik nelayan yang sebelumnya mereka tumpangi akan dihancurkan oleh Pemerintah Australia. Setelah para pengungsi sudah didalam sekoci, maka petugas dari Australia kemudian memegang kemudi dan mengarahkan kapal (Sekoci) tersebut ke wilayah Indonesia, setelah sampai ke wilayah laut Indonesia petugas australia yang memegang kendali kemudi kemudian merusakan alat navigasi kapal, sehingga kapal hanya dapat bergerak ke arah utara, petugas itu pun kemudian pergi meninggalkan kapal tersebut (ke Indonesia).
Berdasarkan pengakuan dari Pengungsi yang menjadi saksi atas peristiwa tersebut maka Australia telah melanggar Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tentang larangan pengusiran, dan pemulangan paksa terhadap orang-orang berstatus pengungsi (Pasal 33)
Konvensi menetapkan bahwa :
“tidak satupun negara Pihak dapat mengusir atau mengembalikan (memulangkan kembali) pengungsi dengan alasan apapun ke wilayah perbatasan di mana jiwa atau kemerdekaan mereka akan terancam karena pertimbangan ras, agama, kewarganegaraan, anggota dari kelompok sosial atau pendapat politik tertentu.”